PANGKALPINANG, www.aksaranewsroom.id
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengungkapkan sejumlah indikasi kerugian negara yang disebabkan dari sektor pertambangan. Perhatiannya itu khususnya menindaklanjuti permasalahan tata kelola industri timah.
“Sebetulnya ada laporan BPKP yang harusnya menjadi perhatian bersama,” ungkap Ridwan Djamaluddin, yang juga merupakan Pj Gubernur Bangka Belitung saat dikonfirmasi Aksara Newsroom, Rabu (28/2/2023).
Ridwan mengatakan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu dibuat berdasarkan putusan rapat tingkat menteri yang dipimpin oleh Menko Maritim dan Investasi.
BPKP, kata Ridwan, diminta untuk mengaudit tata niaga dan tata kelola timah. Potensi kerugian negara yang ditimbulkan dari sektor tambang ini dinilai tak main-main alias cukup besar.
Baca juga: Pacu Pertumbuhan Kinerja Tahun 2023, PT Timah Konsisten Optimalkan Produksi dan Efisiensi Bisnis
Salah satu indikasinya berdasarkan laporan itu, Ridwan menyebut diakibatkan oleh tambang ilegal. Laporan lainnya juga ditemukan adanya kegiatan pertambangan di luar IUP hingga Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) tidak sesuai dengan realisasinya.
“Dari angka-angka yang keluar itu beberapa diantaranya adalah ketika lahan-lahan akibat penambangan ilegal itu tidak ditangani atau tidak ada jaminan reklamasi intinya, maka negara harus menanggung 8,6 triliun. Itu bisa dianggap pertahunnya untuk kondisi itu,” kata dia.
Menurutnya banyak ditemukan kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai
kaidah pertambangan yang baik dan tentunya menjadi PR bersama dalam perbaikan tata kelola. Ia menyikapi bahwa hal-hal seperti itu seharusnya dapat dicegah untuk tata kelola pertambangan yang lebih baik.
Di sisi lain, Ridwan Djamaluddin turut menyikapi terkait penindakan hingga temuan pada gudang timah di Desa Kebintik, Bangka Tengah beberapa waktu lalu yang ramai diperbincangkan.
“Sekarang saya tarik contohnya seperti yang terjadi di Desa Kebintik itu. Kan disitu ada 15 ton di gudang, katanya itu milik sebuah perusahaan,” kata dia.
Lebih lanjut, kata Ridwan, dirinya lalu bertanya kepada pihak management perusahaan yang disebutkan itu. Namun Jawaban yang didapatkan malah bukan miliknya.
Ridwan mengatakan jawabannya, “IUP kami baru mulai operasi di bulan Januari, Pak. Mungkin dalam satu bulan lebih ini menghasilkan 15 ton. Artinya kan barang itu enggak jelas dari mana asalnya. Hal-hal itu menjadi PR besar kita,” ungkapnya.
“Apa salahnya membangun penggorengan timah itu di dalam kawasan industri,” kata Ridwan Djamaluddin. (hjk/dd)