PANGKALPINANG, www.aksaranewsroom.id – Rencana penempatan dan pemanfaatan energi nuklir sebagai pembangkit listrik dalam program energi nasional mengalami pasang surut. Sebelumnya memang ada beberapa lokasi yang direncanakan menjadi tempat strategis penempatan reaktor nuklir komersil pertama di Indonesia.
Ada beberapa lokasi yang disebut menjadi opsi pembangunan PLTN di Indonesia. Terakhir diduga setelah gagal di Kalimantan, Provinsi Bangka Belitung diklaim memberikan respons positif atas rencana pembangunan PLTN.
Tepatnya di Pulau Gelasa, pembangkit listrik nuklir ini direncanakan akan dibangun di atas lahan seluas 220,83 ha. Mengutip Mongabay, pulau ini hanya berjarak sekitar 31 kilometer dari Pulau Bangka atau Tanjung Berikat Desa Batu Beriga, Kabupaten Bangka Tengah.
Karpet merah rencana pembangunan PLTN berbasis thorium di Pulau Gelasa kini sedang berlangsung. Sebagai diketahui baru-baru ini, ThorCon Power Indonesia dengan Pemkab Bangka Tengah sudah menandatangani kesepakatan bersama atau MoU terkait rencana pembangunan PLTN berbasis thorium atau dikenal PLTT.
Teknologi PLTN yang ditawarkan oleh Thorcon adalah Molten Salt Reactor [MSR]. Mereka menamai reaktor ini dengan nama Thorium Molten Salt Reactor 500 [TMSR 500], yakni teknologi Generasi IV ini diklaim lebih aman.
Namun dari sejumlah rencana lokasi pembangunan reaktor nuklir komersil itu, yakni awalnya di Jepara, Kalimantan dan Bangka, ketiganya banyak mendapat respon penolakan dari berbagai kalangan masyarakat dari tahun ke tahun. Tak lain, kekhawatiran dan alasan mereka lantaran dampak negatif nuklir tersebut.
Sejumlah massa yang mengatasnamakan Forlabb Bateng, Senin (27/11/2023), mendatangi Kantor Bupati Bangka Tengah untuk mempertanyakan perihal rencana pembangunan PLTT berbasis thorium tersebut.
“Intinya kalau PLTT kami menolak keras,” ujar Ketua Forlabb Bateng Eka ketika dikonfirmasi Aksara Newsroom.
Aksi penolakan bukan baru pertama terjadi di Bangka Belitung. Padahal di tahun 2012 silam, penolakan bakal PLTN di Bangka ini sudah ditentang oleh sejumlah aksi masa. Mengutip Tempo, warga meluapkan aspirasinya itu dalam aksi unjuk rasa di Pangkalpinang. Hal serupa juga di suarakan sejumlah LSM Sumsel.
Suara penolakan di Kalimantan Barat juga belum kunjung mereda. Pekan lalu, Senin 20 November 2023, Walhi Kalimantan Barat kembali tegas menolak rencana pengembangan PLTN. Sebab, menurut mereka, RPJPD Kalbar 2025-2045 diklaim memuat tentang pengembangan sumber energi nuklir terbarukan.
“Sebab bila pengembangan energi baru yang dimaksud adalah dengan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), maka dengan tegas kami menyatakan menolak rencana tersebut dan meminta membatalkannya dalam RPJPD Kalbar,” tegasnya dalam forum konsultasi publik, dikutip dari Jurnalistik.co.id
Aksi penolakan teranyar ketika PCNU Jepara mengeluarkan Fatwa Larangan yang kemudian dipuji oleh Direktur Walhi Chalid Muhammad ketika itu, tepatnya tahun 2011 silam. Munculnya larangan saat itu atas pembangunan PLTN Muria di Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah. Menurut Chalid, dikutip dari nu.or.id, pembangunan PLTN itu lebih banyak membawa dampak negatif ketimbang positif.
Baca Juga: Energi Nuklir Bukanlah Solusi, Ini Beberapa Alasannya
Hendri Jaya Kusuma | Diolah Dari Berbagai Sumber