Jakarta – Pemerintah Indonesia berencana melarang ekspor timah dalam waktu dekat. Rencana itupun dinilai sangat mengejutkan. Apalagi, jika pelarangan ekspor dilakukan secara mendadak, akibatnya bisa mengganggu perekonomian wilayah Bangka Belitung, di mana daerah ini menjadi daerah penghasil timah terbesar di Indonesia.
Sebelumnya, dikutip dari laman CNBC Indonesia pada September 2022, Presiden RI Joko Widodo sebelumnya telah berulang kali menegaskan bahwa akan melakukan pelarangan ekspor timah ke luar negeri dan meminta para pelaku usaha untuk melakukan hilirisasi di dalam negeri.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) mencatat, jika pelarangan ekspor tidak dilakukan secara bertahap atau tanpa road map dalam pembangunan hilirisasi timah, tentunya akan mengganggu perekonomian Bangka Belitung yang 35% perekonomiannya disumbang dari kegiatan pertimahan.
Adapun jika larangan ekspor berlaku, tentunya produksi timah daerah Bangka Belitung juga akan mandek, karena penyerapan timah untuk dalam negeri masih mini atau hanya mencapai 5 persen.
“Perekonomian Bangka Belitung yang secara langsung terlibat di timah itu 35%. Multiplier effectnya saya rasa ke perekonomian Babel bisa berdampak 60%dilihat dari penunjang pertambangan seperti listrik dan lain-lain,” ungkap Jabin Sufianto Sekjen AETI, Selasa (27/9/2022), dikutip Aksara dari CNBC Indonesia.
Jabin mengatakan bahwa timah menjadi pemasukan utama di Bangka Belitung. Tentunya akan menjadi kehilangan banyak tenaga kerja di daerah tersebut. “Mungkin ada PHK jika larangan ekspor 100%,” ungkap dia kepada CNBC Indonesia.
Seperti yang diketahui, pemerintah menginginkan adanya nilai tambah dari pelarangan ekspor timah itu. Pemerintah menginginkan para poelaku atau eksportir timah membangun hilirisasi mirip yang dilakukan sektor nikel.
Namun sejatinya, kata Jabin, pelarangan ekspor bijih nikel dan timah dinilai berbeda. Sejauh ini timah yang di ekspor merupakan timah dalam bentuk pemurnian atau timah murni berjenis Tin Ingot dengan kadar Sn 99,99 atau 99,99%.
Tak hanya gelombang PHK saja yang menghantui Bangka Belitung. Namun, apabila kegiatan ekspor timah disetop, maka Indonesia akan kehilangan devisa ekspor. Di mana dalam catatan AETI devisa hasil ekspor timah untuk Indonesia mencapai US$ 8 miliar atau Rp 121,24 triliun (kurs Rupiah Rp 15.156 per dollar AS).
“Saya berikan gambaran devisa pertimahan untuk Indonesia ini sudah di US$ 8 miliar. Jadi siap-siap saja akan kehilangan devisa. Bukannya apa, yang kami takuti sebgai pelaku timah kita juga akan kehilangan market share kita di dunia timah kalau sekali pembeli yg sudah langgana ke smelter lainnya kita sudah susah trade marketnya lagi yang selama ini sudha terbentuk,” ungkap Jabin kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (27/9/2022).
Mengutip CNBC Indonesia, Pjs Wakil Ketua Umum Bidang ESDM Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Carmelita Hartoto menyebutkan, bahwa pengembangan hilirisasi timah membutuhkan waktu sekitar 10 tahun. Sehingga, ia meminta kepada pemerintah untuk membuat roadmap sebelum pelarangan kegiatan ekspor timah berjalan.
“Saat ini kami meminta bantuan dari pemerintah untuk duduk bersama. Ini sesuatu yang mengejutkan pada teman-teman pengusaha timah, sehingga mereka meminta permudah untuk membuat satu roadmap,” ungkap Carmelita kepada CNBC Indonesia, Selasa (27/9/2022).
Selain itu, negara-negara tetangga juga akan tersenyum dengan pelarangan ekspor ini. Pasalnya, negara-negara tetangga tersebut akan menggantikan market share timah Indonesia yang saat ini menguasai dunia.
Sebagai catatan, ekspor terbesar timah Indonesia merupakan ke China. Alhasil, dengan penyetopan ekspor mendadak tentunya akan berurusan dengan China.
“Sebenarnya negara tetangga kita akan tersenyum kalau kita berhentikan atau menyetop ekspor secara tiba-tiba dan tentunya dengan WTO juga akan masalah. Setahu saya WTO gak boleh melanggar larangan ekspor yang tiba-tiba itu yang perlu dipikirkan. Bukan dari Kadin tidak sepakat dengan keputusan Presiden tapi waktunya aja gitu lho,” tandas Carmelita kepada CNBC Indonesia.
Sumber : CNBC Indonesia