JAKARTA, AksaraNewsroom.ID – Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Harwendro Adityo Dewanto menilai perusahaan timah nasional tidak serta-merta bisa memanfaatkan momentum kenaikan harga timah dunia untuk mendulang keuntungan.
Plt Ketua Umum AETI Harwendro Adityo Dewanto menjelaskan hal tersebut terjadi karena terdapat rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) pertambangan timah yang belum sepenuhnya disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Adityo mengamini bahwa Kementerian ESDM telah memberikan persetujuan RKAB kepada 15 badan usaha sepanjang tahun berjalan. Namun, hanya 1 hingga 2 badan usaha yang bisa melakukan ekspor dari total RKAB yang disetujui tersebut.
“Kalau 15 RKAB yang dikeluarkan, yang bisa ekspor paling hanya 1 atau 2 saja karena RKAB berdasarkan Izin Usaha Pertambangan [IUP] dan setiap IUP punya PT [Perseroan Terbatas]. Misalnya di tempat saya [PT Mitra Stania Prima] ada sekitar 5 perusahaan terafilisasi tetapi ekspor di 1 tempat karena setiap IUP punya PT,” ujar Adityo —yang juga merupakan Direktur PT Mitra Stania Prima — kepada Bloomberg Technoz, Selasa (23/4/2024) di kutip.
“Contohnya karena terafiliasi 5 perusahaan masing-masing IUP punya itu tentu yang bisa ekspor cuma 1, yang dinilai [menguntungkan] cuma 1 itu.”
Walhasil, lanjutnya, perusahaan timah nasional tidak bisa maksimal dalam memanfaatkan momentum kenaikan harga timah dunia untuk mendulang keuntungan.
- Baca Juga: 5 Smelter Timah Disita Kejagung Bakal Beroperasi Kembali, Dikelola BUMN Menugaskan PT Timah
TINS Bisa Cuan?
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan penguatan harga timah dunia bisa membantu PT Timah Tbk (TINS) di tengah peningkatan biaya operasional kegiatan pertambangan.
Terlebih, TINS telah melakukan ekspor timah perdana pada tahun ini yang bermula pada Maret dengan jumlah ekspor 1.700 metrik ton, di mana 1.375 metrik ton dari Mentok dan 325 metrik ton dari Kundur.
Hal ini terjadi karena TINS telah mendapatkan persetujuan RKAB 2024—2026 dari Kementerian ESDM pada 29 Januari 2024.
“Berdasarkan persetujuan RKAB tersebut, diketahui tahun 2024 dengan kapasitas produksi sebanyak 40.000 Ton Sn,” ujar Hendra.
Hendra mengatakan, PT Timah juga telah mendapatkan izin persetujuan eskpor dari Kementerian Perdagangan.
Adapun, TINS dianggap telah memenuhi standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No 119/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
Kemudian, TINS juga telah mendapatkan Persetujuan Ekspor Timah Murni Batangan dari Kementerian Perdagangan Nomor: 03.PE-09.24.0002 Tanggal 2 Maret 2024.
Timah di London Metal Exchange (LME) berada pada level US$34.478/ton pada penutupan perdagangan Senin (22/4/2024) waktu setempat.
Adapun, angka ini memang terperosok 3,1% setelah sempat menyentuh rekor tertinggi bulan ini, yakni US$35.582/ton pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Akan tetapi, level harga di atas US$30.000/ton tersebut masih terbilang stabil tinggi.***
Artikel ini dipublikasi atau telah tayang di Bloomberg Technoz. Baca artikel aslinya di sini.