JAKARTA, AksaraNewsroom.ID – Sidang maraton yang digelar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) terhadap perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) se-Indonesia terus bergulir, tak terkecuali untuk Pilkada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Tim kuasa hukum pasangan nomor urut 02, Hidayat Arsani-Hellyana berkesempatan menyampaikan Keterangan Pihak Terkait bersamaan dengan Jawaban Termohon KPU Babel dan Keterangan Bawaslu Babel dalam sidang Panel 1 yang digelar Senin (20/1/2025).
Pada sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah itu, Kuasa Hukum Pihak Terkait Hidayat-Hellyana dari DPP Partai Golkar, Herdika Sukma Negara dan Agus Hendrayadi menyampaikan bahwa permohonan pasangan 01 Erzaldi-Yuri tidak jelas dan kabur.
Selain itu, MK dinilai tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara itu karena materi permohonan sudah diakui sendiri oleh pemohon merupakan pelanggaran administrasi yang menjadi kewenangan Bawaslu, KPU, DKPP, Sentra Gakumdu, PTUN dan Mahkamah Agung.
“Berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut diatas Pihak Terkait memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan putusan yang amarnya, dalam Eksepsi mengabulkan Eksepsi Pihak Terkait, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Dalam pokok permohonan pertqma menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya, kedua menyatakan sah dan berlaku Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 77 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2024,” kata Herdika saat membacakan petitum Keterangan Pihak Terkait di muka sidang.
Beberapa kesalahan dan kekeliruan permohonan dari Pemohon Erzaldi-Yuri yang dibantah tim kuasa hukum Hidayat-Hellyana diantaranya tentang permohonan tidak jelas mengenai DPT Ganda.
Dari 133 TPS di 2 Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang yang didalilkan Pemohon sebanyak 63.763, namun setelah dicermati dan Pihak Terkait menghitung jumlah DPT di 3 wilayah yaitu Kabupaten Bangka, Bangka Selatan dan Kota Pangkalpinang jumlah DPT hanya sebanyak 62.767, dan akumulasi jumlah DPT di dua wilayah Kabupaten Bangka dan Pangkalpinang cuma 58.621.
“Dengan demikian dalil Pemohon saling tidak berkesesuaian satu dengan lainnya,” ucap Dika sapaan Herdika.
Begitu pula mengenai dalil jumlah suara sah dari 133 TPS di dua kabupaten/kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka sebanyak 32.748, tapi setelah Pihak Terkait menghitung dan mencermati sesuai tabel dalam permohonan ternyata akumulasi jumlahnya untuk Kabupaten Bangka, Bangka Selatan dan Pangkalpinang hanya 29.331.
Adapun akumulasi jumlah suara sah di Kabupaten Bangka dan Pangkalpinang sebanyak 27.236.
“Dengan adanya perbedaan jumlah sajian data tabel Pemohon 2 kabupaten dan 1 kota dengan kesimpulan pemohon 1 kabupaten dan 1 kota, adanya perbedaan jumlah kesimpulan akhir pemohon pada 1 kabupaten dan 1 kota mengenai DPT (63.763) dan total suara sah (32.748) adalah merupakan suatu kekeliruan yang sangat serius yang berdampak pada ketidakpastian jumlah atau hasil yang dipermasalahkan oleh Pemohon. Dalil demikian merupakan dalil yang mengandung cacat formil atau tidak jelas,” papar Dika.
Terparah menurut Agus Hendrayadi yang mendampingi Herdika ketika dikonfirmasi lebih lanjut tadi malam, Selasa (21/1/2024) memaparkan bahwa selain itu, permohonan pemohon kabur dan tidak jelas karena nama-nama saksi pemohon yang disebutkan dalam permohonan ternyata berbeda dengan nama nama saksi pemohon yang tertulis dan menandatangani Formulir C Hasil Salinan.
Antara lain di TPS 14 Kelurahan Toboali dituliskan dalam tabel permohonan nama saksi Heni Febriyanti tapi faktanya ditandatangani dan tertulis nama Rio Marwanda pada C Hasil. Kemudian di TPS 5 Desa Delas, saksi pemohon adalah Khoiri dalam permohonan namun ternyata yang menandatangani Formulir C Hasil justru bernama Ayu.
Di TPS 06 Desa Nyelanding juga dklaim keliru, dalam permohonan ditulis saksi pemohon Junai namun ditandatangani oleh Maya di C Hasil. Sama halnya di TPS 08 Desa Nyelanding di permohonan ditulis saksi pemohon Abdurrahman Siddiq tapi pada C Hasil salinan ditandatangani Junai.
Hal serupa di TPS 003 Desa Tiram ditulis nama saksi Hermansyah pada tabel permohonan, tapi faktanya dalam Formulir C Hasil ditandatangani saksi pemohon bernama Junai.
“Sehingga sangat beralasan menurut hukum bagi majelis hakim Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur libel),” tandas Agus.
Sementara dalam pokok permohonan, Pihak Terkait menyatakan dalil dalil yang disampaikan Pemohon bersifat asumsi dan tidak disertai bukti bukti yang jelas serta tidak dapat diukur secara pasti kebenarannya. Termasuk tentang Rekomendasi dari Bawaslu Kabupaten Bangka ke KPU Bangka.
Dalam permohonan pemohon, Rekomendasi Bawaslu Bangka tertulis diterbitkan tanggal 3 Desember 2024, sedangkan Rapat Pleno anggota Bawaslu Bangka dilakukan pada tanggal 4 Desember 2024.
“Dalil pemohon berikut surat rekomendasi yang dikutip isinya tersebut sangat janggal dan patut diragukan kebenarannya dengan alasan Pemohon mendalilkan Surat Nomor 385/PM.00.02/K.BB-01/12/2024 tersebut bertanggal 3 Desember 2024, tapi isi surat pada angka 2 dikutip berdasarkan keputusan rapat pleno Bawaslu Kabupaten Bangka pada tanggal 04 Desember 2024″.
“Yang menjadi pertanyaan bagaimana mungkin surat sudah dibuat dan ditandatangani Ketua Bawaslu Kabupaten Bangka pada tanggal 3 Desember 2024 tetapi baru dilakukan rapat pleno sehari kemudian yaitu pada tanggal 04 Desember 2024 atau dengan kata lain surat dibuat dan ditandatangani mendahului rapat pleno,” jelas Agus.
Menurut Agus dan Dika, kesalahan serta kekeliruan dalam permohonan pemohon tidak dapat lagi untuk diperbaiki dalam persidangan karena MK telah menetapkan bahwa permohonan hanya boleh dilakukan satu kali perbaikan dan sudah dilakukan pemohon namun masih banyak terdapat kekeliruan.
“Itu ketentuan yang digariskan MK, sehingga pemohon tidak lagi mendapatkan kesempatan memperbaiki permohonan, sehingga menurut kami dari Pihak Terkait permohonan pemohon tersebut tidak jelas dan kabur atau obscuur libel. Sebenarnya masih banyak dalil pemohon yang tidak jelas lainnya. Kami optimis majelis hakim Mahkamah Konstitusi akan menyatakan permohonan tidak dapat diterima,” pungkas Dika.
Dilain pihak, KPU Babel sebagai Termohon Perkara Nomor 266/PHPU.GUB-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membantah telah menerima Surat Rekomendasi Bawaslu untuk Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Bantahan disampaikan dalam persidangan lanjutan di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda Mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu, serta Pengesahan Alat Bukti Para Pihak.
Surat Rekomendasi yang dimaksud, berasal dari Bawaslu Kabupaten Bangka yang mengirim kepada KPU Kabupaten Bangka. Namun saat itu, menurut Termohon, Bawaslu Kabupaten Bangka belum menjelaskan secara rinci lokasi TPS yang mesti dilakukan PSU. Surat balasan pun dikirimkan KPU Kabupaten Bangka kepada Bawaslu Kabupaten Bangka, tapi tidak mendapat tanggapan.
“Jadi prinsipnya karena belum ada kejelasan lokus tadi, belum bisa ditindaklanjuti, Yang Mulia,” ujar Kuasa Termohon, M Imam Nasef di dalam persidangan.
Tak hanya soal rekomendasi Bawaslu, Termohon juga dalam jawabannya menerangkan soal daftar pemilih tetap (DPT) ganda yang didalilkan Pemohon pada persidangan sebelumnya. Menurut Termohon, memang ada pemilih yang memiliki kesamaan nama. Namun pemilih tersebut berbeda orang, dibuktikan dengan nomor induk kependudukan (NIK) yang berbeda.
Mengenai DPT pula, Termohon menegaskan bahwa penyusunannya dilakukan dengan melibatkan seluruh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bawaslu.
“Tidak ada masalah Yang Mulia, sehingga DPT itu bisa ditetapkan. Rata-rata yang di dalam bantahan kami, jadi dua orang itu adalah dua orang yang berbeda walaupun namanya memang sama,” ujar Imam,
Kemudian Termohon juga membantah telah menyalahi prosedur dengan membuka kotak suara pada waktu pemungutan suara, sebagaimana yang didalilkan Pemohon. Peristiwa pembukaan kotak suara yang dimaksud, terjadi di TPS 005 Kelurahan Kejaksaan, Kecamatan Taman Sari, Kota Pangkalpinang. Pembukaan kotak suara menurut Termohon dilakukan karena adanya pemilih yang salah memasukkan surat suara.
“Surat suara Walikota dan Wakil Walikota dimasukkan ke dalam kotak suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,” kata Imam.
Pembukaan kotak suara pun dilakukan untuk mengambil surat suara yang salah dimasukkan tersebut. Namun sebelumnya, diadakan musyawarah oleh KPPS, Pengawas TPS, serta saksi seluruh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Saat itu menurut Termohon, tidak ada keberatan dari seluruh pihak.
“Jadi kira-kira faktanya begitu dan tidak ada keberatan dari saksi-saksi Paslon di situ, walaupun KPPS mencatatnya sebagai kejadian khusus,” katanya.
Dari seluruh Jawaban yang diuraikan di persidangan, Termohon kemudian di dalam petitumnya meminta agar Majelis Hakim Konstitusi menyatakan benar dan tetap berlaku Keputusan KPU Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 77 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2024.
Senada dengan Termohon soal Surat Rekomendasi, Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga menyampaikan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan rekomendasi untuk melakukan PSU.
“Rekomendasi tidak ada, Yang Mulia,” ujar Anggota Bawaslu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Davitri.
Terkait hal yang dipersoalkan di Kabupaten Bangka, Davitri menerangkan bahwa bukanlah rekomendasi pemungutan suara ulang, tetapi permintaan agar KPU Kabupaten Bangka mempelajari terkait lokasi-lokasi yang diduga terdapat dugaan pelanggaran Pemilihan.
Bawaslu Kepulauan Bangka Belitung dalam hal ini juga mengklaim sudah memeriksa dan mempelajari, tetapi tidak menemukan keadaan yang memenuhi unsur Pasal 112 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2019.
“Dan juga semua TPS yang ada di Kabupaten Bangka itu ditandatangani oleh saksi, baik dari pasangan calon Pemohon maupun Pihak Terkait,” ujar Davitri. (**)