TOBOALI, AksaraNewsroom.Id —— Suara keresahan kembali menyeru datang dari kalangan petani di Desa Rias, Kabupaten Bangka Selatan, Minggu (18/5/2025). Mereka tampak mengeluhkan masifnya pembukaan lahan di kawasan cadangan air beralih ke perkebunan kelapa sawit.
Keberlangsungan lumbung pangan atau lahan pertanian dan Bendungan Metukul dinilai mulai terancam pasca keberadaan perkebunan kelapa sawit di kawasan cadangan air.
“Tolong perkebunan kelapa sawit itu jangan sampai merambah persawahan Desa Rias,” kata perwakilan petani di Rias, Bahtiar, mengadu dugaan peramban lahan di sekitar Perbatasan Jeriji-Bikang dan Bendungan Metukul ke Anggota DPRD Babel, Rina Tarol dan Musani.
Bahtiar berujar di sisi lainnya, masyarakat petani pun kecewa atas sikap yang terkesan abainya para pihak pemangku kebijakan di Kabupaten Bangka Selatan. Menurutnya, bahkan kinerja pada DPRD Bangka Selatan dinilai terkesan ‘mandul’.
“Karena kami audensi di DPRD (Kabupaten) kemarin sampai sekarang tidak ada (kejelasan-red). Ibaratnya mandul belum ada keputusan,” menyebut alasan pihaknya akan mendatangi Kantor DPRD Babel.
Kekecewaan serupa disampaikan Hidayat Bujang, salah satu kelompok Petani Sumber Berkah. Ia awalnya menyampaikan kekhawatiran keberlangsungan Bendungan Metukul hingga Embung Punggung.
Dia pun mengungkapkan kondisi kekeringan yang terjadi akhir-akhir ini pasca satu minggu dilanda kemarau.
“Ini belum dimulai yang akan parah sekali,” kata dia, menyikapi beberapa wilayah rawa gambut dan aliran sungai beralih mejadi perkebunan kelapa sawit.
“Keberlangsungan hidup petani yang ada di rias ini akan terganggu ketika itu dibuka,” ujarnya.
- Baca Juga: Ditreskrimsus Polda Babel Benarkan Sedang Selidiki Proyek Dermaga Plengsengan Tanjung Gading

Dia mengaku sebagai salah seorang yang turut serta memperjuangkan terbentuknya Kabupaten Bangka Selatan bahwa tidak rela melihat yang terjadi saat ini.
Dia pun menyoroti sikap pemerintah daerah justru terkesan abai melihat persoalan yang terjadi di depan mata.
“Sementara kita pemerintah daerah (melihat) lahan milik masyarakat, negara, dibiarkan begitu diambil orang tidak jelas kontribusinya,” katanya, menyoroti informasi atas ketiadaan legalitas perkebunan sawit itu.
“Jadi kalau kita biarkan daerah lelap bikang, kita akan ribut sesama kita merebutkan air. Sumber air tidak ada lagi (dampak kedepannya-red), kita hanya nunggu hujan. Inilah saatnya kita bersama sama memperjuangkan untuk kemaslahatan kita semua,” imbuhnya.
Menurutnya, meski kenyataannya dinyatakan beberapa pihak BPN Basel hingga BBWS menyebut tidak pernah mengeluarkan izin tapi kenyataannya pihak perusahaan masih bebas menggarap lahan dimaksud tersebut.
Padahal ujarnya, Balai Besar Wilayah Sungai Babel menyebutkan itu merupakan daerah aliran sungai.
“Ini rampok sumber daya alam kita, kenapa, hutan rawa bergambut, yang kemudian daerah aliran sungai semestinya bebas dari usaha atau perkebunan (kelapa sawit) ini akan mengganggu sulai air Embung Yamin, Pumpung dan Metukul,” kata Dayat.
“Jelas dari keterangan berapa OPD bahwa di lokasi yang saat ini dirampok oleh oligarki saya menyebutnya itu, tidak satupun mengeluarkan izin. Tidak ada izin apapun. Apakah itu bentuk kajian amdal apapun tidak ada, BPN belum pernah menerbitkan HGU,” ujarnya.
Menurut dia jika kedudukannya merupakan Bupati Basel, kata dia, semestinya mengambil langkah-langkah hukum ketimbang membentuk pansus internal.
“Kalau saya sebagai bupati, saya tidak akan membentuk pansus (internal) , tetapi akan mengambil langkah hukum,” katanya.
Menyikapi keluhan masyarakat petani di Desa Rias, menyangkan bahwa padahal lahan yang dipersoalkan itu merupakan kawasan perlindungan khusus, meskipun statusnya merupakan APL.
Ia menegaskan bahwa kawasan pertanian di Desa Rias merupakan bagian dari wilayah yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) nasional sebagai lahan pertanian dan ketahanan pangan.
Rina pun menyayangkan lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas pembukaan lahan sawit yang diduga dilakukan secara ilegal.
“Seolah-olah kita enggak kelihatan
Status lahan sudah jelas, pemanfaatannya pun hanya untuk ketahanan pangan. Tapi karena penegakan hukum yang lemah, aktivitas pembukaan lahan sawit ini terus merajalela,” tegas Rina.
Ia juga menyoroti pentingnya peran aparat penegak hukum (APH) untuk segera menindaklanjuti laporan masyarakat dan menyelamatkan sumber daya alam yang vital bagi petani.
“Kami berharap aparat hukum menyisihkan hati untuk masyarakat. Bendungan Mentukul harus diselamatkan,” tambahnya.
Senada dengan Rina, Musani menyatakan dukungannya terhadap aspirasi petani dan menegaskan bahwa perlindungan terhadap lahan pertanian merupakan langkah strategis dalam mewujudkan Bangka Selatan sebagai lumbung pangan bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Tentu ini menjadi perhatian kita bersama. Apa yang bisa kami perjuangkan, akan kami kerjakan semaksimal mungkin,” tutup Musani.
Kadis Pertanian Pangan dan Perikanan Bangka Selatan, Risvandik memastikan bahwa dinas mereka tidak pernah mengeluarkan izin serupa terkait indikasi penyalahgunaan atau lahan-lahan yang kini telah ditanami sawit dan kini dikeluhkan oleh para petani.
“Sedangkan untuk perizinan kami tidak punya kewenangan, karena perizinannya tidak ada di kami. Lahan-lahan yang terjadi saat ini memang tidak ada perizinan. Itu untuk masalah tanaman sawit,” kata dia kepada para petani di Rias.
Sebelumnya dikonfirmasi Aksara Newsroom, Plt Kadis PUPR Bangka Selatan, Elfan tak menampik bahwa kawasan yang dimaksud pada titik koordinat merupakan kawasan tanaman pangan.
“Kalau berdasarkan RTRW kami merupakan kawasan tanaman pangan tapi sebagai cadangan, karena memang tidak masuk LP2B,” ujarnya.
Disinggung apakah PUPR Basel pernah mengeluarkan semacam izin, rekom dan kajian teknis untuk perkebunan sawit di areal tersebut, ia pun menjawabnya tidak. “Dari rekan-rekan Tata Ruang tidak ada”.
Informasi lainnya terkuak dalam RDP di DPRD Bangka Selatan pada 22 April 2025, dikutip dari EraNews, Ketua DPRD Basel Erwin Asmadi dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya memiliki tanggung jawab untuk menampung aspirasi masyarakat terkait keresahan atas keberadaan perkebunan sawit di DAS Mentukul, Bikang dan Jeriji.
Fakta lainnya, Dinas PTSP Kabupaten Bangka Selatan juga menyatakan tidak pernah mengeluarkan izin perkebunan sawit di lokasi tersebut.
“Artinya, pembukaan lahan untuk kebun sawit ini tidak diketahui pemiliknya. Pihak perizinan sendiri tidak tahu siapa pemiliknya,” katanya dikutip Aksara Newsroom.
Di sisi lain, Aksara Newsroom masih berupaya melakukan upaya konfirmasi terkait menyikapi persoalan hingga kekecewaan yang diungkapkan masyarakat kepada Bupati Kabupaten Bangka Selatan maupun Pimpinan DPRD Bangka Selatan. (HJK/dd)