JAKARTA, AksaraNewsroom.ID — Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Provinsi Bangka Belitung menyarankan rencana aktivitas penambangan di Perairan Beriga, Kabupaten Bangka Tengah, alangkah baiknya hanya dilaksanakan oleh Kapal Isap Produksi (KIP) ketimbang Ponton Isap Produk alias PIP.
Berkaca dari laporan atau kasus yang terjadi di lapangan diterima oleh berbagai pihak termasuk Tim Pansus dan dianulir DKP, pasalnya penambahan melalui PIP yang dikelola para mitra PT Timah kenyataannya sulit untuk dipantau.
Alasannya lainnya, PIP juga diklaim dikhawatirkan rawan memicu konflik antara masyarakat dengan penambang.
“Kami sudah memohon alat yang digunakan saat itu bukan PIP. Dan di seluruh area pertambangan,” kata Kabid PKP3K DKP Babel, Fhores Ferado, dalam paparannya kepada Pansus Beriga di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Senin (21/10/2024), membenarkan hal itu untuk rencana eksplorasi di Perairan Beriga saat dikonfirmasi Aksara Newsroom, Selasa malam.
“Kami belum pernah menyarankan dengan PIP, karena secara fakta di lapangan seperti yang disampaikan Ketua Pansus Berita, begitu PIP sudah dikeluarkan lima unit, mungkin yang hadir 100 (ponton-red),” ujarnya.
Dia kembali melanjutkan, “Karena kita sudah lihat fakta di lapangan kasih sedikit saja itu udah enggak tahu lagi,” katanya kembali.
Menurut Fhores, namun akan beda persoalannya jika penambangan di laut dilakukan oleh KIP di IUP PT Timah. Dia berujar, Vessel Monitoring System (VMS) wajib dipasang pada setiap kapal isap produksi maupun kapal keruk agar beroperasi sesuai PKKPRL.
“Karena KIP masih mudah dimonitor, karena ada kewajiban untuk memasang VMS,” kata dia.
“Jadi VMS itu harus ada di setiap kapal supaya bisa dimonitor oleh Pusdapal PSDKP,” katanya.
Alasan lainnya kenapa DKP hanya menyarankan penambangan laut baiknya dikelola dengan KIP, lanju Fhores, KIP maupun kapal keruk sangat terbatas wilayah kerjanya atau untuk lokasi eksplorasi di laut
“Pertimbangan kami selanjutnya kenapa kami menyarankan kapal isap produksi atau kapal keruk karena wilayah kelola atau wilayah yang bisa dieksplorasi itu enggak bakal sampai ke pesisir, sehingga mengurangi konflik dengan masyarakat. (PIP-red) hanya beberapa kilo atau ratusan meter” katanya.
Fhores menyatakan memang secara legalitas, PT Timah kenyataannya sudah benar, baik itu memiliki IUP dan wilayah tersebut berada di zona tambang. Namun DKP, tak lain dalam pertimbangannya menyarankan eksplorasi hanya dilaksanakan oleh KIP, mengingat berbagai alasan yang telah diungkapkan.
Disi lain, PT Timah pun harus memperhatikan hak-hak masyarakat setempat terhadap pelestarian ekosistem pesisir hingga kepentingan masyarakat dan nelayan tradisional.
“Kami menyarankan KIP dan kami tidak menyarankan PIP, supaya dia bisa agak jauh mainnya tidak dekat dengan masyarakat,” katanya.
- Baca Juga: Dibalik Pro Kontra Tambang Laut di Desa Batu Beriga, Terselip Keindahan Pantai dan Kaya Tradisinya
Fhores juga menyampaikan dalam kesempatan itu, PT Timah sebagai pemilik IUP bisa melakukan eksplorasi di Perairan Beriga.
Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Fhores menjelaskan soal Perairan Bariga, yakni Perda RZWP3K mengalokasikan zona tambang di Beriga terlepas prosesnya yang sudah dimulai dari tahun 2017-2020, dimana kesepakatan waktu itu bahwa zona tambang hanya ada di perairan Pulau Bangka mengingat banyak IUP yang masih hidup dan keg tambangnya aktif dan Pulau Belitung zero zona tambang.
“Salah satu lokasi zona tambang itu ada di Laut Desa Beriga, karena sudah seperti itu dan PT Timah mengajukan PKKPRL di wilayah itu, maka cara mengekploitasi Sumber daya tadi yg kita berikan saran agar minimal dampak terhadap lingkungan dan juga ke masyarakat pesisirnya,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Pengelolaan PIP juga sebelumnya sempat disorot sekaligus menjadi perhatian serius oleh Anggota Pansus Beriga, Rina Tarol, yang menilai tata kelola hingga pengamanan aset pada IUP PT Timah di lapangan tidak berjalan baik. Bukan tanpa alasan, ia mencontoh realitas yang tergambarkan seperti di Suka Damai, Bangka Selatan.
“Kami tidak melarang, tapi juga sisakan nelayan untuk mencari kehidupan. Contohnya di Suka Damai, apa yang terjadi, enggak tindakan pengamanan timahnya, lari keluar timahnya, pasang bendera lah, barcode, pakai seragam lah,” kata dia dalam rapat Pansus Beriga yang dihadiri pihak PT Timah, beberapa waktu lalu.
Perairan Beriga Masuk Zona Tambang
Sementara itu Direktur Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, DR Krishna Samudra menjelaskan ada tiga tahapan yang jangan dicampur dalam proses RZWP3K yakni, perencanaan, pemanfaatan dan pelaksanaan.
“Jadi yang pertama itu menjawab pertanyaan bapak/ibu, tolong Pak Batu Beriga jangan sampai ada kegiatan tambang, tapi tolong itu untuk perikanan tangkap atau perikanan. Jawabannya tidak bisa, karena apa karena dalam proses perencanaan RZWP3K,” katanya.
Ia mengatakan poses pembahasan RZWP3K di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengalami dinamika yang luar biasa. Sehingga saat itu diputuskan dalam konsultasi publik dan konsultasi teknis yang dihadiri oleh Deputi Pecegahan KPK, Bangka masih diizinkan adanya pertambangan timah, sedangkan Belitung Zero tambang.
“Konsep itu sudah luar biasa, tapi ada catatannya, di Bangka yang diizinkan adalah IUP yang dikeluarkan namun yang clean and Clear (CnC) maka rontoklah sebagian itu, sebagian masih IUP itulah yang salah satunya yang PT Timah,” sambungnya.
Dalam proses RZWP3K kata dia, dilakukan beberapa analisis, seperti kesesuaian, analisis dominasi. Sedangka kesepakatan RZWP3K disusun dengan tiga ukuran yakni, peraturan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, data dukung teknis dan kesepakatan forum.
“Itulah yang membawa Bangka itu akhirnya IUP nya yang ada sekarang yang diakomodir RZWP3K. Zonanya sudah benar, bukan zona perikanan tapi zona pertambangan. Maka dalam perencanaan yang sudah ada PT Timah memiliki IUP di situ maka mereka berhak mengajukan PKKPRL, kenapa berhak karena sesuai zona, IUP mereka punya,” jelasnya.
Menurutnya, luasan kawasan yang diajukan PT Timah bukan semua kawasan, tapi hanya kawasan tertentu meski semua kawasan tersebut masuk ke dalam zona pertambangan.
Ketika kawasan tersebut masuk zona pertambangan, pemilik IUP kata dia bisamengajukan izin untuk mengelola kawasan tersebut dengan mengikuti aturan yang berlaku.
“Kawan-kawan di perizinan tidak bisa menolak karena kesesuaian ruangnya sesuai pasal 5 tahun tahun 2001, begitu pas ruangnya, itu zona tambang, KKP akan memprosesnya dalam sistem OSS. Kita tidak mungkin melarang, PT Timah jangan kau isi OSS itu, tidak bisa. Kenapa? Karena perencanaan sesuai. Prinsipnya tidak bisa melarang karena sudah sesuai, kalau tidak sesuai OSS akan menolak, contohnya PT Timah mengajukan di zona pariwisata pasti ditolak,” jelasnya. (hjk/dd).