PANGKALPINANG,AksaraNewsroom.ID —
Salah satu sekian nelayan Desa Batu Beriga, Sayuti, mengungkapkan kekecewaannya sola rencana akan beraktivitasnya tambang laut di perairan desa mereka. Pasalnya, sudah puluhan tahun mereka mencari nafkah di laut setempat untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Memang tak dapat dipungkiri, kondisi demografi tempat tinggal penduduk setempat berada di pesisir pantai. Di sisi lain, 85 persen warga setempat berprofesi sebagai nelayan.
Ia pun mengaku bingung sekaligus resah pasca mendapati kabar tambang laut akan masuk alias beroperasi ke Perairan Beriga.
“Jadi kami sangat menyayangkan lah, bagaimana nasib nelayan-nelayan. Ada sekitar 85 persen nelayan disini. Saya lahir disini. Jadi masyarakat tetap menolak tambang,” katanya dengan mata berkaca-kaca, Kamis (17/10/2024).
Dia mengungkapkan tak hanya nelayan setempat yang melaut di Perairan Beriga, namun juga berasal dari Kabupaten Bangka Selatan seperti nelayan Tanjung Sangkar dan Tukak. Adapun dari Kabupaten Bangka, yakni nelayan Sungailiat.
“Jadi bukan nelayan setempat saja melaut disimi, kita berbagi rezeki istilahnya disini. Seperti nelayan dari Tanjung Sangkar, Tukak, Sungailiat pun disini, Kurau, Jelutung I dan Belilik juga disini,” ujar Sayuti.
“Musim utara itu nelayan-nelayan dari Tanjung Sangkar beroprasi disini, Tukak, dari Belitung juga disini masang bubu ikan. Memang laut Beriga ini ikannya, udang maupun ketam memang luar biasa,” ujarnya melanjutkan.
Ia pun menyampaikan bahwa mereka menjaga laut setempat bukan karena semata-mata untuk mereka saja, namun juga untuk masyarakat banyak atau dari luar Desa Batu Beriga.
Ia mengaku sangat khwatir, dampak yang dihasilkan tambang laut dapat merusak ekosistem laut yang terjaga saat ini di Perairan Batu Beriga.
“Disini kita berbagi rezeki, yang penting kita saling menjaga. Jadi yang menikmati bukan warga Desa Beriga saja, tapi banyak nelayan. Kalau dibuka tambang tetap erosinya limbah tambang itu sampai ke Tanjung Sangkar” imbuhnya.
Sayuti berkata, nelayan atau warga setempat sangat memohon terhadap para pemangku kebijakan untuk meninjau rencana penambangan di Perairan Batu Beriga.
“Kami mohon sekali pemerintah atas kebijakannya tolong sama-sama kita menjaga laut. Kalau bisa dicabut IUP itu, tolong lah,” kata Sayuti.
Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh Siti, yang juga merupakan isti nelayan Desa Batu Beriga, menyampaikan kekhawatirannya kedepannya atas dampak yang dihasilkan oleh tambang laut bagi tempat pencarian penghidupan mereka selama ini yang berasal dari laut.
“Kami sangat-sangat menolak adanya tambang laut di Beriga. Tidak. Mata pencarian kami ada disini. Kalau laut sudah rusak bagaimana kehidupan kami. Anak-anak kami mau sekolah bagaimana,” ujar salah satu sekian warga yang menolak, Siti, yang juga merupakan isti nelayan Desa Batu Beriga.
Sementara itu Tim Pansus Beriga DPRD Provinsi Bangka Belitung, Rina Tarol menyatakan bahwa 80 persen masyarakat menolak kehadiran tambang laut di Perairan Batu Beriga.
Rina berkata kehadiran Tim Pansus sebagai wakil rakyat berharap pemerintah daerah dan PT Timah lebih care dengan kondisi masyarakat setempat.
“Tolong jangan adu dombakan masyarakat. Kasian masyarakat, dan laut yang cantik ini diobrak-abrik yang kita tambang secara bar-bar. Jangan ditambah lagi,” ujarnya.
Rina tak memungkiri jika laut tersebut tercemar limbah tambang dan sebagainya, dampaknya dipastikan masyarakat nelayan setempat akan kesulitan mencari ikan untuk kedepannya.
“Pasti akan sulit ekonomi mereka, karena selama ini ber puluh-puluh tahun kehidupan mereka untuk menyekolahkan anak mereka, buat makan dan lainnya adalah dari hasil laut,” katanya. (hjk/dd).