P emenuhan logistik pemilihan umum (pemilu) di pulau terluar atau lokasi yang letaknya jauh menyisakan persoalan terutama tentang surat suara. Ditengarai akibat minimnya sarana pendukung hingga lepasnya pengawasan berpotensi rentan menimbulkan pelanggaran.
Tantangan distribusi logistik pemilu ini terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang dikenal sebagai penghasil timah yang memiliki dua pulau utama yaitu Bangka dan Belitung dengan penduduk tersebar di sembilan pulau lainnya.
Salah satunya pulau terluar di Bangka Selatan, Provinsi Bangka Belitung, ialah Pulau Pongok. Pulau di bagian selatan Pulau Bangka ini bisa dijangkau kurang lebih hampir 4 jam melalui Pelabuhan Desa Sadai dengan mengitari Pulau Lepar. Di Pulau Lepar dan Pulau Pongok terdapat sebanyak 8.974 pemilih.
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Pongok mengungkapkan tempat penyimpanan logistik pemilu di pulau tersebut berada di sebuah gedung bekas Puskesmas. Kondisinya tidak memadai sebagai tempat penyimpanan logistik. Adapun di lokasi itu nantinya logistik tersebut tidak lagi diawasi oleh kamera CCTV.
“Kawan PPK menyampaikan bahwa gudang logistik mereka itu ada kebocoran dan takutnya logistik itu kena air hujan,” ujar Ketua Panwaslu Kecamatan Pongok, Hardiansyah, seraya menyebutkan akan memastikan keluhan itu, 29 Januari 2024.
Ketua Bawaslu Kabupaten Bangka Selatan, Amri, mengakui distribusi logistik pemilu di TPS pulau memang menjadi fokus perhatian mereka. Meski demikian, dia menekankan setiap tahapan di lapangan tak luput untuk terus diawasi guna menekan potensi pelanggaran.
“Pada prinsipnya kami menegaskan jangan ada celah pengawasan setiap tahapan di lapangan, khususnya logistik surat suara tersebut,” katanya.
Rentan surat suara tertukar hingga coblos dua kali
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bangka Belitung sudah memetakan terjadinya potensi kerawanan kesalahan saat pengiriman logistik surat suara dalam proses penyortiran hingga terjadinya pemilih mencoblos dua kali.
Sebelumnya di waktu berbeda, kerawanan saat distribusi logistik ke tempat pemungutan suara di pulau-pulau juga dianggap sangat rawan.
“Sebenarnya bukan pendistribusian saja yang rawan, pada proses penyortiran dan pengepakan surat suara hingga pengantaran ke TPS juga sangat rawan pelanggaran,” ujar Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bangka Belitung, Sahirin kepada Aksara Newsroom, 6 Februari 2024.
- Baca Juga: Bangka Selatan Dinilai Rawan Politik Uang
- Baca Juga: H-3 Jelang Pencoblosan, KPU Basel Mulai Distribusikan Logistik Pemilu di Pulau-pulau
Sahirin mengungkapkan tingkat kerawanan justru kian berpeluang terjadi menjelang hari H pencoblosan. Menurutnya, pelanggaran itu berpeluang terjadi di beberapa pulau seperti di Pulau Batun, Kabupaten Belitung, yang memiliki keterbatasan akses jaringan internet yang menghambat proses monitoring dan pemantauan pendistribusian.
“Hal ini berpotensi menyebabkan gangguan atau risiko terhadap keselamatan logistik,” kata Sahirin, pria yang pernah mengisi posisi Ketua Bawaslu Bangka Selatan itu.
Menurut dia, Bawaslu sejak dini telah menyampaikan tahapan distribusi logistik harus tepat sasaran, tepat guna hingga tepat waktu karena pengalaman tertukarnya surat surat pada pemilu sebelumnya.
“Kami mengimbau kepada KPU dalam melakukan sortir logistik itu tidak terulang lagi peristiwa di 2019. Ini harus teliti,” kata dia.
Potensi kerawanan lain adalah daftar pemilih khusus. Menurut Sahirin, masalah ini rawan terjadi karena membludaknya daftar pemilih khusus. Adapun pemilih khusus tersebut tidak terdaftar di dalam DPT dan DPTb. Ada tiga kategori pemilih pemilih yakni DPT, DPTb dan yang ketiga ini daftar pemilih khusus yang bisa memilih dari pukul 12.00 sampai 13.00 siang.
Ia pun berharap, KPPS jeli melihat daftar pemilih khusus ini. “Karena di TPS kita tidak ada sensor wajah. Saya khawatir ada yang menggunakan identitas palsu. Ini berpotensi memilih dua kali,” katanya, dalam waktu yang berbeda.
Di satu sisi, lanjut dia, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak bisa menolak kehadiran pemilih khusus itu sepanjang memiliki dokumen kependudukan. Celakanya lagi, di banyak kasus, KPPS tidak menandatangani dokumen di tempat.
“Kerawanan di tahapan pungut hitung lainnya karena Ketua KPPS tidak menandatangani dokumen. Kami sudah mengingatkan ini,” ujar Sahirin.
- Baca Juga: Bawaslu Ingatkan Tidak Kampanye di Medsos Selama Masa Tenang
- Baca Juga: Dinyatakan Langgar Netralitas, Nasib Camat Pangkalbalam Selanjutnya di KASN
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, daftar pemilih tetap (DPT) pada wilayah pulau-pulau terpencil berpenghuni yang tersebar di empat kabupaten di Provinsi Bangka Belitung berjumlah 16.810 orang pemilih di Pemilu 2024.
Ketua KPU Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Husin memastikan bahwa setiap tahapan dan proses distribusi logistik pemilu telah dilakukan sesuai dengan aturan.
“Tidak ada logistik yang kami pastikan artinya dalam tanda kutip liar atau bisa dimanfaatkan. Tidak ada. Semuanya tersegel,” kata Ketua KPU Bangka Belitung, Husin, 16 Januari 2024.
Dia memastikan bahwa penanganan semua logistik pemilu didistribusikan dalam keadaan utuh maupun tak ada yang hilang. Jika memang pengiriman logistik melalui kapal reguler ke pulau terluar mengalami kendala ataupun opsi pengiriman menggunakan kapal milik aparat keamanan tak memungkinkan, maka KPU akan mendistribusikan melalui jalur udara.
“Tiga hari sebelum pencoblosan kami sudah melakukan distribusi ke pulau-pulau, apalagi pulau agak terjauh yang jangkauannya cukup lama dan tantangannya seperti cuaca pasti kami pikirkan,” ujar Husin.
Pengamat Politik dari Universitas Bangka Belitung Ariandi Zulkarnain, memaparkan kerawanan munculnya persoalan terhadap distribusi logistik pemilu tak menutup kemungkinan sangat rentan terjadi pada daerah kepulauan yang tersebar pulau-pulau seperti di Provinsi Bangka Belitung.
Dia menceritakan pengalaman pemilu 2019 dimana ada laporan surat suara tertukar hingga surat suara yang telah tercoblos di beberapa tempat hingga penggelembungan surat suara.
Pada Pemilu 2019, Ariandi menjelaskan surat suara yang tertukar di hampir 3.371 TPS dan 2.249 TPS dimana dilaporkan tidak melaksanakan pemungutan suara.
Begitu juga berkaca dari kasus kecurangan surat suara pemilu yang sudah tercoblos dilakukan oleh oknum KPPS di Kepulauan Masalembu di Pemilu 2019, yakni pulau terluar di Kabupaten Sumenep. Akhirnya persoalan ini berakhir pemungutan suara ulang (PSU).
Salah satu yang disorotinya ialah proses pemenuhan logistik pemilu. Ariandi mengingatkan, masyarakat perlu memastikan sekaligus patut mencurigai jika logistik pemilu tersebut didistribusikan tidak sesuai prosedur atau tidak tepat waktu, jumlah yang diberikan, sasaran hingga jenis yang ditentukan.
Ariandi lantas mengingatkan indikasi tersebut tentunya menjadi catatan agar kejadian serupa tak terulang di pemilu 2024, apalagi di wilayah kepulauan.
“Ini juga cukup rentan bagi kita yang berada di provinsi kepulauan, tentu kita tidak ingin ke depan PHPU atau sengketa pemilu ini itu muncul dari wilayah kita, terutama wilayah Provinsi Bangka Belitung,” kata dia.
Ia pun menekankan pentingnya manajemen hingga mitigasi kerawanan logistik pemilu yang tepat menjadi salah satu kunci dalam pemilu yang memiliki integritas. Menurutnya, pengelolaan logistik yang tidak optimal mendorong terjadinya potensi-potensi yang dapat merugikan banyak pihak.
“Jangan sampai kemudian dengan alasan-alasan demografi atau alasan-alasan kewilayahan itu tentu menguntungkan oknum-oknum yang bermain di dalamnya,” katanya.
Kompleksitas pemilu serentak
Ariandi dari Akademi Ilmu Politik UBB itu juga menyoroti kompleksitas pemilu serentak pada tahun ini yang rentan berdampak ke banyak hal. Salah satunya antusiasme masyarakat akan lebih tersita oleh kontestasi pemilihan presiden, sedangkan pemilihan legislatif tidak mendapatkan atensi atau nyaris terabaikan. Akibatnya, kata dia, proses yang perlu dikawal di tingkat lokal justru banyak yang terabaikan.
Begitu pula tahap perhitungan suara yang begitu panjang yang bahkan sampai malam hari dinilai sangat rawan menimbulkan masalah. Di sisi ini, Ariandi menyoroti kelelahan petugas dan minimnya pengawasan dikhawatirkan menjadi celah terjadinya pelanggaran.
“Ini salah satu potensi celah di mana di beberapa tempat di Indonesia terjadi saat proses perhitungan dan rekapitulasi suara terjadi bahwa terjadi money politics di sana dan terjadi manipulasi yang juga bisa disebabkan celah teknis yang begitu panjang,” ujarnya.
Perhatian lainnya disoroti ialah para penyelenggara pemilu di lapangan. Di sisi ini, KPPS dan Panitia Pengawas Pemilu/Desa (PKD) menjadi ujung tombak kelancaran proses pemilu di lapangan. Menurut dia, petugas pemilu yang bekerja terlalu berat itu juga sangat berdampak ke dalam proses penyelenggaraan.
“Ini jangan sampai terulang. Juga adanya 894 petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia dan kemudian 5.175 yang mengalami sakit. Ini hasil kompleksitas Pemilu Serentak. Kita tidak ingin adanya korban jiwa yang berjatuhan dari para penyelenggara maupun peserta pemilu,” kata Ariandi.
Kapolda Bangka Belitung (Babel), Irjen Pol Tornagogo, menyebutkan pengamanan pemilu pada pulau-pulau yang berpenghuni menjadi salah satu perhatian pihaknya. Ia pun sudah memetakan TPS rawan di wilayah Bangka Belitung.
“Seperti pulau-pulau yang berpenghuni itu salah satu hal yang kita prioritaskan. Kami melaksanakan itu dengan tanggung jawab dan bersama sama dengan stakeholder yang lain,” ujar Tornagogo saat diwawancarai Aksara Newsroom.
Polda Babel bakal menerjunkan dua pertiga kekuatan atau sekitar 2.800 personilnya dalam pengamanan proses Pemilu. Menurut Kapolda, pergeseran pasukan akan mulai dilakukan pada 11-13 Februari mendatang.
Tornagogo menekankan kepada seluruh jajarannya untuk menjaga netralitas dalam pemilu serentak 2024. Ia mengingatkan, netralitas wajib dilaksanakan oleh aparat kepolisian dalam pengaman pemilu di lapangan.
“Saya katakan netralitas itu wajib kami laksanakan. Itu menjawab dengan jati diri kami. Sehingga kami perlu netral di dalam pengamanan pemilu,” kata Tornagogo.
Penulis : Hendri Jaya Kusuma